Tuesday, July 15, 2008

fenomena suporter bola



Fenomena-fenomena yang terjadi saat di luar stadion adalah terjadinya sapaan dengan nyanyian, saat itu partai partai kandang PSS melawan Persija Jakarta. Suporter dari PSS yang dinamakan Slemania menyambut kedatangan dari kelompok Suporter pendukung Persija atau dinamakan The Jackmania di stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Dalam pertemuan kedua suporter itu terjadi nyanyian-nyaian dengan maksud saling menyapa, contohnya;


Slemania : Selamat datang- selamat datang kami ucapkan salam kenal dari kami Slemania.” Kemudian menyanyikan lagi, “Selamat datang di kota kami.....Jogja Never Ending Asia.....selamat datang The Jack Selamat datang The Jack selamat datang.” Setelah itu tepuk tangan.


Kemudian dari suporter The Jack menanggapi nyanyian itu dengan menyanyi juga, contohnya;


The Jack : “Disini The Jack, disana Sleman, dimana-mana kita saudara...oo....ooo.....la...la....laa.....”Kemudian dilanjutkan dengan lagu “Slemania terima kasih sambutannyaa....kami tingkatkan persaudaraan di sepakbola.” Bahkan ada juga yang menyanyikan lagu daerahnya, seperti contoh ini; “Kicir-kicir ini lagunya, lagu lama ya tuan dari Jakarta.” Contoh lain adalah saat mereka dalam perjalanan menuju stadion dengan bernyanyi,

The Jack : “Jogja......Jogja......kami datang....The Jack....The Jack...., Ha...ha...ha...Hi.....hi.....hi......Persija datang lagi.”


Dari cuplikan di atas dapat diketahui bahwa kedua suporter memakai Bahasa Indonesia dan tidak memakai dialek daerah mereka masing-masing, tetapi ada beberapa kata yang menggunakan Bahasa Inggris misalnya Jogja Never Ending Asia dan juga ada yang menyanyikan lagu daerah dengan maksud menunjukkan identitas mereka sebagai warga Betawi.


Pada saat mereka tiba di lingkungan stadion mereka beraktifitas sendiri-sendiri, ada yang makan, jalan-jalan, tidur-tiduran, dan juga mencari oleh-oleh. Ada fenomena campur kode dalam melakukan aktivitas itu, misalnya pada saat jual beli, mereka menggunakan Bahasa Indonesia sebagaimana mereka sering menggunakan bahasa itu, tetapi ada juga yang memakai Bahasa Jawa walaupun dicampur dengan Bahasa Indonesia. Misalnya;


Salah satu suporter The Jack : “Bang berapa iki bang?”

Penjual : “Tiga ribu Mas”


Dari contoh di atas, salah satu suporter The Jack sebut saja A, menggunakan kata Bang bukan kata Mas, karena dalam dialek Betawi mereka sering menggunakan sapaan Bang daripada Mas, selain itu ada kata iki (Bahasa Jawa) untuk menunjukkan keakraban dan juga agar mereka dapat lebih enak menawarnya. Akan tetapi tidak banyak kosa kata yang mereka gunakan sehingga lagi-lagi A harus menggunakan bahasa Indonesia.


Ada fenomena yang menarik di dalam stadion sebelum pertandingan dimulai. Saat itu Slemania menyambut The Jack dengan nyayian berikut ini;


Slemania : “Apa-apa kabarnya, apa kabarnya The Jackmania?”

The Jack : “Apik-apik kabare, apik kabare Slemania”

The Jack : “Piye-piye kabare, piye kabare Slemania?”

Slemania : “Apik-apik kabare, apik kabare The Jack Maaaniiiiiaaaaa...”


Dari contoh di atas The Jack mencoba menjawab dan menyapa dengan menggunakan bahasa Jawa dengan maksud membuat suasana agar terlihat kekeluargaan tidak ada permusuhan karena dalam persepakbolaan Indonesia sering terjadi perkelahian antar suporter. Suasana keakraban, kekeluargaan ini juga tampak melalui nyanyian berikut ini;


The Jack : “Disini The Jack, disana Sleman, dimana-mana kita saudara.”


Suporter Slemania kemudian bertepuk tangan lalu menjawab


Slemania : “Slemania yang disini, The Jackmania yang disana, Hoiii! Jabat tangan dan kami gembira!!”

Saat kesebelasan PSS Sleman unggul lebih dulu atas Persija Jakarta, Slemania mengejek The Jack dengan nyanyian

Slemania : “Macane dadi kucing, macane dadi kucing, meong....meong....meong....meong....meong.....meong....meong...”

Kata “macane” melambangkan logo Suporter atau julukan lain Persija Jakarta yaitu macan kemayoran yang kemudian diplesetkan menjadi kucing (dalam bahasa Jawa). Tetapi jika yang kalah adalah PSS Sleman, supoter lawan akan mengejek dengan kata “emprit” karena julukan lain dari PSS Sleman adalah Super Elja (Elang Jawa). Seperti contoh; “ Elange dadi Emprit”

Selain itu ada contoh nyanyian dengan maksud mengejek tim dan juga mengejek suporter Persija, yaitu;


Slemania : “Persija kalah Persija kalah, kasihan deh loe....., PSS menang PSS menang Alhamdulilah, Ha..ha...ha...ha hi...hi...hi...hi...PSS menang lagi, Ha...ha...ha...ha hi....hi....hi...hi...Persija kalah lagi.”

Bahkan tidak hanya tim lawan yang dicela, Slemania juga pernah mengejek pemain-pemain PSS dengan nyanyian karena pada waktu itu PSS bermain buruk, contohnya;


Slemania : “Langkahku tak terasa, berjalan menyusuri, mondar-mandir di keramaian kota, kurasakan tuk dukung Super Elja dan tak tahu kenapa jadi juara, andai saja PSS juara ligina, Slemania gembira kalau memang belum bisa juara ligina, mending ikut Liga Campina.”

Berdasarkan contoh di atas, kata Liga Campina adalah liga sepakbola khusus untuk anak-anak yang disponsori oleh Es Cream Campina.

Setiap suporter memiliki beberapa lagu wajib yang harus dinyanyikan untuk mendukung dan juga menyemangati kesebelasannya, lagu-lagu itu diantaranya adalah;


Slemania : “Slemania beraksi, waktu panas terik matahari berjuta kali, Super

Elja beraksi bagiku itu langkah pasti, hari-hari esok adalah milik kita, PSS jadi juara ligina, gergap gempita anak Slemania demi kejayaan Jogjakarta, marilah kawan mari kita nyanyikan lagu tentang kemenangan.”

Slemania : “Mari-mari berjoget bersama, mari-mari goyang gembira, (tangan diatas....!!!) Hai kawan-kawan semua dukung PSS Jogja untuk menjadi juara dari liga Indonesia, untuk menjadi juara di liga Indonesia, juuuu....aaaaa........raaaa.....!!!”

Slemania : “Aku adalah cah Slemania, Suporter Sleman laskar Sembada, la....la....la....la....la....la......la......”

Slemania : “Mas ayo mas, ayo dukung PSS Jogja, mbak ayo mbak ayo nonton PSS Jogja, kalau menang kita syukuran kalau kalah jangan tawuran, nek tawuran dukani Bapak Sri Sultan.”

Pada contoh di atas, ada fenomena campur kode dengan menambahkan bahasa Jawa yaitu “nek tawuran dukani Bapak Sri Sultan.” (jika tawuran dimarahi Bapak Sri Sultan). Lagu-lagu berikutnya adalah;


Slemania : “Laskare...laskar Sembada, disini menanti aksimu, siapkan pasukanmu, libas semua lawanmu, Slemania slalu mendukungmu.”

Slemania : “Slemania yang disini, terus gerak dan bernyanyi, panas hujan nggak peduli yang peduli yang penting damai dihati, Slemania nggak anarki”

Slemania : “Tinggalkan geng tinggalkan partai, satu tekad dukung PSS di bawah bendera Slemania, majulah PSS pantang mundur, jangan kembali pulang, sebelum PSS menang, walau harus mati di tanah lapang, Slemania akan selalu berjuang.”

Ada suatu fenomena menarik ketika wasit berbuat curang atau keputusannya mengecewakan tim dan suporter. Dengan serentak dan secara spontanitas para suporter PSS atau Slemania mengganti nyanyiannya, terlihat pada contoh;


Slemania : “Piye-piye wasite, piye wasite kok kaya ngene”


Dari contoh di atas, Slemania menggunakan bahasa Jawa untuk dinyanyikan. Slemania memilih bahasa itu karena ketika orang sedang marah biasanya menggunakan bahasa yang kasar, dan bahasa yang kasar itu cenderung ke bahasa Jawa Ngoko bukannya Krama.



No comments: